Pendahuluan
Orang yang bergerak di dunia ilmu pengetahuan memiliki kedudukan tersendiri dalam masyarakat. Mereka memiliki kewajiban moral untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan mereka. Pengembangan ini dapat dilakukan melalui media tatap muka maupun media tulis.
Dalam dunia tulis menulis dikenal adanya etika penulisan. Etika merupakan sifat dan perilaku yang ikut menata kehidupan tertentu. Oleh karena itu apabila ingin memasuki aspek kehidupan tertentu, perlu dipahami dan diikuti etika yang berlaku dalam kehidupan tersebut.
Adanya etika penulisan ini diharapkan akan dapat dihindarkan hal-hal yang tidak diinginkan bersama. Adanya plagiasi, pemalsuan, manipulasi, dan pengulangan publikasi merupakan hal-hal yang sering terjadi dalam dunia penulisan.
Dengan adanya etika penulisan ini diharapkan tercipta kondisi saling menghormati pemikiran orang lain. Disamping itu juga diharapkan muncul ide-ide baru dalam suatu bidang.
Etika lebih merupakan kesepakatan dan berlaku relatif. Artinya etika suatu masyarakat akan berbeda dengan etika masyarakat lain. Demikian pula dengan etika penulisan ini yang hanya berlaku untuk kegiatan penulisan dan memang masih ada beberapa hal yang masih menjadi persoalan tersendiri. Adapun etika penulisan pada umumnya:
1. Mengemukakan ide dan pemikiran baru
Masalah yang dikemukakan dalam tulisan sebaiknya berupa pemikiran, hasil penelitian, maupun penemuan baru dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat atau merupakan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Apabila penulis naskah ilmiah itu mampu mengemukakan masalah baru atau bisa menjawab persoalan masyarakat, maka tulisan itu akan menarik redaksi jurnal/majalah maupun penerbit buku.
Untuk mendapatkan ide baru, maka seorang penulis harus banyak membaca, melakukan penelitian, mengikuti berbagai seminar, diklat, bedah buku, dan lainnya. Tanpa banyak membaca, ide tidak akan muncul dan akan kesulitan dalam menulis.
2. Memghargai karya orang lain
Penulis mempunyai hak intelektual yang berupa hak cipta dan dijamin oleh undang-undang. Dalam hal ini seorang penulis tidak boleh mengaku karya orang lain sebagai karyanya. Demikian pula apabila akan menerjemahkan karya orang lain, maka harus minta ijin lebih dulu kepada penulis aslinya. Sebab di balik hak intelektual ada hak ekonomi seseorang.
Dalam dunia tulis menulis, masalah kutipan dari karya penulis lain merupakan hal yang wajar selama menyebutkan sumbernya secara benar. Pemikiran, pernyataan yang dikutip itu harus dijelaskan dari buku, jurnal, atau literatur yang jelas dan ditulis pada daftar pustaka.
3. Mengandung kebenaran ilmiah
Masalah yang dikemukakan itu harus benar menurut kajian dan pemikiran ilmiah. Disamping itu harus terbuka dan siap diuji kebenarannya oleh siapapun. Dengan demikian, kebenaran itu akan diakui pula oleh orang lain karena adanya standar tertentu.
Apabila tulisan itu merupakan hasil penelitian laboratorium, maka kebenarannya telah diuji dan dicoba di laboratorium. Demikian pula apabila tulisan itu merupakan karya akhir suatu perguruan tinggi tentunya kebenarannya telah didiskusikan dan dikonsultasikan dengan pembimbing dan penguji untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Disamping memang sebelumnya telah dilakukan presentasi maupun seminar pendahuluan sebelum melakukan penelitian. Cara ini untuk memperoleh masukan maupun kritikan atas rencana tulisan itu sehingga akan terhindar dari kesalahan yang fatal.
4. Menuliskan jati diri penulis
Seorang penulis adalah seorang pemikir dan pendidik yang memiliki kedudukan tersendiri dalam masyarakat maupun dalam bidang/profesi itu. Disamping itu, penulis harus bertanggung jawab atas subtansi isi tulisan itu. Oleh karena itu penulisan nama diri penulis dan nama instansi sangat diperlukan untuk menunjukkan tanggung jawab dan untuk memudahkan komunikasi selanjutnya.
Nama-nama yang ditulis itu adalah mereka yang betul-betul memberikan kontribusi intelektual pada karya itu. Bukannya nama seseorang yang sekedar nebeng demi angka kredit misalnya.
Untuk itu tidak dibenarkan penyebutan nama kontributor dengan et al, cs, dkk dan lainnya. Nama-nama kontributor itu harus ditulis semua dan dihindarkan penulisan gelar, pangkat, maupun kedudukan. Cara ini untuk menghindarkan dari pamer jabatan maupun gelar. Sebab bobot suatu tulisan itu ditentukan pada orisinalitas karya dan tinggi rendahnya intelektual seseorang.
5. Tidak menerbitkan ulang atau ganda suatu tulisan
Seorang penulis tidak diperkenankan mengirim naskah yang sama persis kepada dua penerbit atau redaksi dalam waktu yang sama. Cara ini akan merugikan penerbit/redaksi jurnal.
Pengiriman satu naskah kepada dua redaksi ini sering terjadi pada penulis pemula. Tentunya dengan harapan apabila di satu penerbit/redaksi tidak lolos, maka harapannya dapat diterima dan dimuat oleh penerbit/redaksi lain.
Demikian pula, seorang penulis tidak etis apabila mengirim naskah ke suatu penerbita/redaksi berupa naskah yang pernah diterbitkan oleh publikasi lain. Sama halnya, seorang penulis tidak boleh mengirim satu judul naskah kepada dua terbitan yang satu dengan menggunakan nama samaran sedangkan yang lain menggunakan nama asli.
Agar tidak merugikan satu pihak maupun pihak-pihak terkait, maka seorang penulis perlu mengikuti etika penulisan yang merupakan sopan santun yang telah disepakati dan dikembangkan itu. Apabila seorang penulis melanggar etika ini, sangsi yang dijatuhkan adalah sangsi profesi atau sangsi akademik. Artinya kemungkinan besar tulisannya nanti tidak akan diterbitkan lagi. Bahkan kalau terjadi penjiplakan dan terbukti, maka bisa kena sangsi dicopot gelar akademiknya. Hal ini tentunya merupakan kerugian besar dalam karir dan prestasi seseorang.
Lasa Hs.
0 Komentar